PEMERAN / KARAKTER


Bitha, anak perempuan berusia 8,5 tahun. Ia menghadapi kenyataan bahwa ayah dan ibunya berbeda agama. Ia mempelajari kedua agamanya; ia seorang murid sekolah dasar kelas 2, bersekolah (atas keinginannya sendiri) di Kanisius, dan ia juga aktif TPA di sore hari. 


Maritha, perempuan berusia 30an tahun yang biasa dipanggil Ata adalah ibunya Bitha. Ia seorang wanita karir yang lebih banyak menghabiskan waktu untuk bekerja. Pekerjaan dan anak perempuannya adalah dua hal yang paling dicintainya dalam hidup. Oleh karena itu, setelah perpisahannya (tidak bercerai) dengan suami memberi dampak psikologis pada anak perempuannya, ia menerima kembali kehadiran suami dalam satu rumah dan memulai segalanya kembali dari awal. Ia menghadapi kenyataan bahwa kesepakatan baru yang ia buat bersama suami tidak lantas memperbaiki hubungan “suami-isteri”-nya. Satu-satunya alasan ia menjalani kehidupan rumah-tangganya sekarang adalah Bitha.


Obit, ayah Bitha. Laki-laki berusia 30an tahun, berprofesi sebagai musisi yang menghabiskan banyak waktunya untuk membuat musik dan lagu. Berbeda dengan isterinya yang bekerja di luar rumah, ia bisa bekerja seharian di ruang kamarnya—yang juga adalah ruang kerjanya, di rumah.


Marinah, perempuan berusia 50an tahun, adalah ibunya Ata. Ia menghadapi kenyataan bahwa anak perempuannya sesungguhnya telah berpisah dengan suaminya. Perpisahan dan konflik rumah tangga yang selalu disimpan rapi oleh Ata akhirnya terbuka. Ia, sebagai orang tua yang menghadapi kenyataan bahwa nilai-nilai dan konsep keluarga yang ia percayai berbeda dengan pilihan konsep “berkeluarga” anak perempuannya saat ini.


Sari, perempuan berusia 50an tahun yang bekerja membantu Ata dalam urusan rumah-tangga. Seorang janda yang tidak memiliki sanak-saudara. Ia dianggap sudah seperti keluarga di rumah Ata, dan semua orang memanggilnya Budhe (panggilan untuk tante, atau untuk orang yang  lebih tua—bhs. Jawa). Ia bekerja pada pukul 8.00 pagi  dan pulang pada petang hari.